MUASAL
Hari Perempuan Internasional (HPI) lahir dalam pergolakan sosial yang
besar dan karena itu mewarisi suatu tradisi protes dan aktivisme
politik. Bertahun-tahun sebelum tahun 1910, pada pergantian menuju abad
20, kaum perempuan di negara-negara yang tengah mengalami
industrialisasi, mulai memasuki kerja upahan. Pekerjaan mereka
dipisahkan menurut jenis kelamin, dan umumnya kaum perempuan ditempatkan
di industri tekstil, manufaktur, dan layanan-layanan domestik dimana
kondisi-kondisinya sangat parah dan menyengsarakan. Saat itu adalah masa
dimana Serikat-Serikat Buruh tengah mengalami perkembangan dan di sisi
lain sengketa-sengketa industrial mulai meletus, termasuk sengketa yang
muncul di antara seksi-seksi pekerja perempuan yang tidak bergabung
dalam serikat. Eropa saat itu tengah berada dalam kemungkinan terseret
ke dalam api revolusi.
Banyak perubahan dalam kehidupan perempuan mendorong munculnya
perlawanan terhadap batasan-batasan politik di sekitar mereka. Di
seluruh penjuru Eropa, Inggris, Amerika, dan kurang lebih juga di
Australia, kaum perempuan dari seluruh lapisan sosial berjuang dan
berkampanye untuk menuntut hak pilih dalam pemilihan umum. Terkait hal
ini terdapat banyak sudut pandang berbeda atas mengapa isu ini menjadi
suatu isu yang penting dan bagaimana cara untuk mencapai tuntutan itu.
Berikut dicantumkan sedikit perbedaan tersebut.
 |
Alexandra Kollontai dalam Sebuah Rapat Soviet Rusia |
Beberapa sosialis memandang bahwa tuntutan terhadap hak pilih
terhadap perempuan kurang begitu penting dalam gerakan kelas pekerja,
sementara beberapa sosialis lainnya seperti Clara Zetkin dari Jerman dan
Alexandra Kollontai, berhasil memperjuangkannya untuk diterima sebagai
bagian penting dan tak terpisahkan dari program sosialis. Sementara kaum
sosialis lain menyatakan bahwa lebih penting untuk menghapus
kepemilikan pribadi terlebih dahulu daripada berkampanye menuntut hak
pilih yang mana kalau hal itu berhasil seperti di Inggris akan berakibat
hak pilih juga untuk kaum perempuan dari kalangan berpunya.
 |
Clara Zetkin dalam Sebuah Demonstrasi |
Terdapat divisi-divisi lain dalam gerakan emansipasi Inggris terkait
bagaimana gerakan dijalankan secara otokratis dari atas dan bagaimana
sejumlah taktik-taktik radikal diadaptasi. Hal ini bahkan sampai
menyebabkan perpecahan seperti kasus Sylvia Pankhurst yang berpisah
jalan dengan ibu dan saudarinya terkait hal ini karena ia menyatakan
bahwa penekanan utama harusnya diarahkan pada menghubungkan organisasi
dan melibatkan massa perempuan, sehingga dengan emikian juga berarti
mengangkat kepentingan-kepentingan kaum perempuan dari kelas pekerja
yang tereksploitasi. Dia juga berpendapat bahwa gerakan emansipasi
seharusnya menghubungkan diri dengan semua gerakan kaum tertindas.
Di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1903, serikat buruh perempuan dan
perempuan profesional liberal yang berkampanye untuk hak pilih bagi
perempuan mendirikan Liga Serikat Buruh Perempuan untuk membantu
mengorganisir kaum perempuan yang berada di kerja upahan untuk
memperjuangkan kepentingan politik dan kesejahteraan ekonomi mereka.
Tahun-tahun tersebut merukan masa-masa pahit bagi banyak kaum perempuan
yang berada dalam kondisi kerja yang parah dan tinggal di pemukiman
kumuh serta rentan terhadap kekerasan.
Tahun 1908, pada Ahad terakhir di Februari, kaum perempuan sosialis
di AS menyelenggarakan Hari Perempuan Nasional yang pertama dengan
melancarkan demonstraso besar untuk menuntut hak pilih bagi perempuan
serta hak-hak ekonomi dan politiknya sekaligus. Tahun berikutnya
sebanyak 2.000 orang turut menghadiri peringatan Hari Perempuan Nasional
di Manhattan.
Di tahun 1909 tersebut, pekerja garmen perempuan melancarkan
pemogokan massal. Dimana sebanyak 20.000 hingga 30.000 buruh perempuan
mogok selama 13 minggu di suatu musim dingin demi menuntut upah yang
lebih besar dan kondisi kerja yang lebih baik. Liga Serikat Buruh
perempuan menyediakan dana bantuan bagi para demonstran baik untuk
mendanai pemogokan massa itu sendiri maupun untuk membebaskan para
demonstran yang ditangkap polisi.
Di tahun 1910 berikutnya Hari Perempuan mulai diselenggarakan oleh
semua kaum perempuan sosialis dan feminis di seluruh negara. Beberapa
bulan kemudian berbagai delegasi kemudian menghadiri penyelenggaraan
Kongres Perempuan Sosialis di Kopenhagen dengan niatan untuk mengajukan
Hari Perempuan sebagai suatu hari peringatan internasional. Gagasan
Solidaritas Internasional antara kelas pekerja yang tereksploitasi di
seluruh dunia sudah lama disepakati sebagai prinsip sosialis, meskipun
seringkali tanpa disadari. Gagasan perempuan yang mengorganisir diri
sebagai kaum perempuan saat itu lebih kontroversial bahkan dalam gerakan
sosialis. Bagaimanapun saat itu Partai Sosialis Jerman berpengaruh
besar pada gerakan sosialis internasional dan partai itu telah sering
memperjuangkan dan mengadvokasi hak-hak perempuan termasuk tokoh-tokoh
pemimpin seperti Clara Zetkin.
Kongres ini sebenarnya terinspirasi oleh tindakan dari kaum pekerja
perempuan AS dan juga dari saudari sosialis mereka yaitu Clara Zetkin,
yang juga telah menawarkan proposal kerangka kerja untuk mengadakan
konferensi perempuan sosialis dimana perempuan sedunia harus memfokuskan
diri untuk memperjuangkan satu hari khusus untuk peringatan hari
perempuan internasional demi menuntut hak-hak mereka. Sehingga berhasil
dilaksanakanlah Konferensi yang dihadiri lebih dari 100 perempuan adri
17 negara yang mewakili Serikat-Serikat Buruh, Partai-Partai Sosialis,
Kelompok-Kelompok Perempuan Pekerja, dan termasuk tiga perempuan pertama
yang terpilih dalam Parlemen Finlandia, yang mana semuanya menyambut
sarann Zetkin dengan persetujuan bulat sehingga sebagai hasilnya
dicapailah kesepakatan untuk Hari Perempuan Internasional.
 |
Alexandra Kollontai di Kongres Perempuan Internasional |
Konferensi tersebut juga menyorot ulang mengenai pentingnya hak pilih
bagi kaum perempuan, hak pilih yang tidak didasarkan oleh hak milik
serta menyerukan suatu emansipasi universal—hak pilih baik bagi kaum
perempuan dan laki-laki dewasa. Satu-satunya suara penolakan muncul dari
kelompok Inggris pimpinan Despard, yaitu kelompok Liga Kemerdekaan
Perempuan yang juga aktif dalam gerakan emansipasi.
Konferensi tersebut juga membahas mengenai manfaat-manfaat maternitas
(keibuan) yang mana, meskipun ada intervensi dari Alexandra Kollontai
atas nama ibu-ibu yang tidak menikah, hanya dimiliki oleh
perempuan-perempuan yang menikah. Selain hal itu juga diambil keputusan
bersama untuk menentang kerja malam karena mempengaruhi kesehatan
sebagian besar kaum pekerja perempuan meskipun dalam hal ini kaum
pekerja perempuan menyatakan bahwa kerja malam diperlukan untuk menopang
nafkah dan hidup mereka. (*Diterjemahkan dari tulisan karya Joyce
Stevens) /Bumi-Rakyat
Saya adalah Peziarah Kehidupan yang berkelana di Ilalang Kebebasan, demi mencari kehidupan yang menghidupkan untuk mengusik Duka Nestapa di Negeri Hitamku.
.
bagikan kontent ini!
Diposting Oleh : Unknown -
Kolom
Perempuan
Artikel dan Gambar Terkait
Komentar Anda :