Published On:Wednesday, 23 September 2015
Posted by Unknown
Berbicara dan Menulis itu Penting dan Punya Pengaruh
Ilustrasi |
Apakah benar berbicara dan menulis itu tidak penting dan tidak
bermanfaat? Apakah benar berbicara dan menulis itu bukan “kerja”? Apakah
benar hanya kerja tanpa berbicara dan menulis sajalah yang dapat
menghasilkan sesuatu? Apa yang orang tertentu pahami tentang
“berbicara”, “menulis”, dan “bekerja”?
Dua contoh betapa sangat
pentingnya berbicara dan pengaruhnya. Pertama, pada saat terjadi Perang
Dunia II, dimana Inggris sedang mengalami agresi militer yang luar biasa
dari tentara Jerman dan sekutunya, Perdana Menteri Inggris saat itu,
Sir Winston Churcill, menghadiri sebuah acara wisuda sebuah universitas
di Inggris dan naik ke mimbar untuk berpidato. Ia memandang tajam para
sarjana baru, lalu berkata, “Never give up, Never give up.” Setelah diam
30 detik, ia berkata lagi, “Never give up, Never give up.” Kesunyian
kembali mencekam di seluruh ruangan acara wisuda sedang dilaksanakan.
Sekali lagi, suara Churcill menggema, “Never give up, Never give up.”
Pidatonya yang singkat ini akhirnya memberikan semangat juang yang
tinggi kepada tentara Inggris yang sedang bertempur di medan perang.
Akhirnya, sejak itu Inggris meraih kemenangan yang gemilang yang tidak
pernah dibayangkan sebelumnya. Kedua, pada tanggal 28 Agustus 1963,
Martin Luther King Jr. menyampaikan pidatonya yang monumental berjudul
“I Have A Dream”, di Lincoln Memorial Washington DC. Pidatonya ini
kemudian menjadi inspirasi dan tonggak awal anti-rasisme di Amerika
Serikat, sehingga kemudian rasisme dihapuskan dari aturan
perundang-undangan dan prakteknya di Amerika Serikat.
Dua contoh
betapa sangat pentingnya menulis dan pengaruhnya. Pertama, pujangga
besar Perancis, Voltaire, yang terkenal karena kata-katanya, “Pena lebih
tajam daripada pedang”, mempunyai andil besar dalam perubahan sistem
perpolitikan Perancis melalui tulisannya. Melalui tulisan-tulisannya,
seperti l’ingenue, Zadig, dan Lettres Philosophiques sur les Anglais dan
melalui orang lain yang menjadi penulis akibat inspirasinya, seperti
D’Anton, Marat, dan Robespierre, akhirnya berandil besar bagi Revolusi
Prancis dan mengubah sistem politik Monarkhi (absolut) menjadi Republik
(demokratis). Kedua, buku “Max Havelaar” karangan Multatuli merupakan
salah satu karya klasik dalam kesusastraan Indonesia. Isi buku tersebut
mengkritisi praktek tanam paksa oleh kolonial Belanda, yang akhirnya
membuka kesadaran para borjuasi Eropa (terutama Belanda), bahwa kekayaan
dan kemakmuran yang selama ini mereka nikmati adalah merupakan hasil
darah dan keringat dari bangsa jajahan mereka. Akhirnya, buku tersebut
menginspirasi para politisi Belanda untuk menggulirkan politik etis,
dimana dilakukan semacam ‘balas jasa’ terhadap Indonesia, atas
penjajahan yang mereka lalukan selama ini. Akses pendidikan tersebut
justru dimanfaatkan oleh misalnya, Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, dan
lainnya, sebagai bekal intelektual untuk melawan imperialisme Belanda.
Dan akhirnya, Indonesia diproklamirkan sebagai negara merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Selain masing-masing dua contoh penting
dan berpengaruhnya berbicara dan menulis tersebut, masih banyak contoh
lainnya yang dapat dipelajari dan diambil manfaatnya. Dunia telah
membuktikan bahwa berbicara dan menulis telah menghasilkan banyak
perubahan yang luar biasa, yang pengaruhnya ke dalam hampir semua
dimensi kehidupan manusia secara fundamental. Dengan berbicara dan
menulis, banyak orang telah mengubah kehidupan dari kehidupan yang
awalnya buruk dan salah menjadi kehidupan yang baik dan benar.
Dengan adanya fakta seperti ini, lagi pula memang benar bahwa berbicara
dan menulis itu penting dan punya pengaruh yang luar biasa bagi kebaikan
dan kebenaran kehidupan, maka apabila ada orang tertentu yang merasa
dan melarang orang lain untuk berbicara dan menulis, maka orang tersebut
telah salah pikir, salah bicara, dan salah bertindak. Orang tersebut
rupanya telah memahami kata dan hal “berbicara” dan “menulis” dari
perspektif yang sempit dan dangkal. Orang tersebut pun rupanya telah
memahami kata dan hal “kerja” dari “kacamata kuda”. Rupanya orang
terebut tidak mehami bahwa berbicara dan menulis pun merupakan bagian
dari pekerjaan yang punya pegaruh yang luar biasa.
Yang
seharusnya dilarang adalah menulis dan berbicara untuk kepentingan
negatif. Maksud “kepentingan negatif” adalah mengungkapkan dan/atau
menuliskan kata-kata yang bertujuan untuk melawan kebaikan dan kebenaran
hakiki dalam ruang dan waktu apapun. Hal seperti inilah yang harus
dijadikan sebagai common enemy (musuh bersama) segenap umat manusia yang
mencintai kebaikan dan kebenaran hakiki.
(Dumupa Odiyaipai)