Headlines
  • Orang Papua Darurat Genocide [Picture]

Topilus B Tebai, Jingga Kamboja dan Aleks Giyai Meluncurkan Buku, Ini Fotonya

11 Apr 2017 / undefined Comments

Peluncuran buku ini juga dilakukan sekaligus diskusi Sastra Papua, diantaranya: Tetesan Embun Inspirasi Dari Papua karya Aleks Giyai, Aku Peluru Ketujuh karya Bastian Tebai, dan Kasnina Fananim karya Jingga Kamboja.

Read More...

PAPUA
OPINI

Demi Kemajuan Teknologi, Papua Butuh Banyak Developer

Alfridus Dumupa Apa itu developer? Developer adalah seorang programmer yang sudah terlatih, mereka tidak...

Tanpa Rumah, Tak Ada Roh Kehidupan Yang Menghidupkan

Tampak Asrama Deiyai Yogyakarta (Re-Design by : Amoye Stef Bukega) -------------“Asdei Wogadaa Wokebadaa”...

FREE WEST PAPUA

Teks Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat

Kepada seluruh rakyat Papua, dari Numbai sampai ke Merauke, dari Sorong sampai ke Balim (Pegunungan Bintang...

Teruslah Berkibar

Bendera Bintang Kejora ...

TEKNOLOGI DAN INFORMASI
PEREMPUAN

Nobar dan Diskusi "Perempuan Papua Menuju Hari Esok", Datang ee....!

Nobar dan Diskusi "Perempuan Papua Menuju Hari Esok" #PerempuanPapua #PerempuanBangkitdanBersuara #Perempu...

CATATAN KIRI

Cerpen - Perlawanan Semut Api

Untuk saudara-saudaraku di Papua: Tak ada kemenangan yang datang dengan sendirinya. Kemenangan mesti dicari...

Rosa Luxemburg (1900) : Reformasi atau Revolusi

This is the Bahasa Indonesia translation of Reform or Revolution by Rosa Luxemburg, published by Gelompa...

Kiri Kita

Ilustrasi (dok : Google) Satu alasan menarik ketika membaca pesan Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo mengenai ...

RESENSI DAN SINOPSIS

Sinopsis Buku : Kumpulan Cerita Rakyat Etnik Mee Papua

Sinopsi : Buku ini menjadi sebuah dokumentasi yang sangat berharga bagi generasi muda Papua sekarang, khu...

Sinopsis Buku : Kamus Praktis Bahasa Mee – Indonesia

Sinopsis Bahasa Mee sebagai salah satu identitas Suku Mee (Papua), merupakan salah satu kebanggaan Suku M...

PERCIKAN ROHANI

Apa itu Stigmata?

Apa itu Stigmata? oleh: Romo William P. Saunders * Saya mengagumi St Padre Pio. Saya tahu ia dianuge...

ILMU KOMPUTER

Ayo Ikut! Ada Training Gratis Untuk Pemula (Framewrok CSSBootstrap, Framewrok Codeigniter , NodeJS & Arduino)

#SedekahIlmu Bulan ramadhan adalah bulan penuh barokah, alangkah baiknya jika kita isi dengan kegiatan yang...

GRAPHIC DESIGN
ODIYAI WUU
OPINI
Published On:Sunday, 14 September 2014
Posted by Unknown

Biografi - Mother Teresa

Biografi - Mother Teresa
Bunda Teresa, seorang yang memberi hatinya untuk melayani di tengah-tengah masyarakat miskin di India.Dilahirkan di Skopje, Albania pada 26 Agustus 1910, Bunda Teresa merupakan anak bungsu dari pasangan Nikola dan Drane Bojaxhiu. Ia memiliki dua saudara perempuan dan seorang saudara lelaki. Ketika dibaptis, ia diberi nama Agnes Gonxha. Ia menerima pelayanan sakramen pertamanya ketika berusia lima setengah tahun dan diteguhkan pada bulan November 1916.

Ketika berusia delapan tahun, ayahnya meninggal dunia, dan meninggalkan keluarganya dengan kesulitan finansial. Meski demikian, ibunya memelihara Gonxha dan ketiga saudaranya dengan penuh kasih sayang. Drane Bojaxhiu, ibunya, sangat memengaruhi karakter dan panggilan pelayanan Gonxha.

Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam kelompok pemuda jemaat lokalnya yang bernama Sodality. Melalui keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha menjadi tertarik dalam hal misionari. Tampaknya hal inilah yang kemudian berperan dalam dirinya sehingga pada usia tujuh belas, ia merespons panggilan Tuhan untuk menjadi biarawati misionaris Katolik.

Pada tanggal 28 November 1928, ia bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of Loretto, sebuah komunitas yang dikenal dengan pelayanannya di India. Ketika mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto, ia memilih nama Teresa dari Santa Theresa Lisieux.

Suster Teresa pun dikirim ke India untuk menjalani pendidikan sebagai seorang biarawati. Setelah mengikrarkan komitmennya kepada Tuhan, ia pun mulai mengajar pada St. Mary’s High School di Kalkuta. Di sana ia mengajarkan geografi dan katekisasi. Dan pada tahun 1944, ia menjadi kepala sekolah St. Mary.

Akan tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC sehingga tidak bisa lagi mengajar. Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun dikirim ke Darjeeling.

Dalam kereta api yang tengah melaju menuju Darjeeling, Suster Teresa mendapat panggilan yang berikut dari Tuhan; sebuah panggilan di antara banyak panggilan lain. Kala itu, ia merasakan belas kasih bagi banyak jiwa, sebagaimana dirasakan oleh Kristus sendiri, merasuk dalam hatinya. Hal ini kemudian menjadi kekuatan yang mendorong segenap hidupnya. Saat itu, 10 September 1946, disebut sebagai “Hari Penuh Inspirasi” oleh Bunda Teresa.

Selama berbulan-bulan, ia mendapatkan sebuah visi bagaimana Kristus menyatakan kepedihan kaum miskin yang ditolak, bagaimana Kristus menangisi mereka yang menolak Dia, bagaimana Ia ingin mereka mengasihi-Nya.

Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya ia memakai pakaian putih yang dilengkapi dengan kain sari bergaris biru.

Ia memulai pelayanannya dengan membuka sebuah sekolah pada 21 Desember 1948 di lingkungan yang kumuh. Karena tidak memiliki dana, ia membuka sekolah terbuka, di sebuah taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya pengenalan akan hidup yang sehat, di samping mengajarkan membaca dan menulis pada anak-anak yang miskin. Selain itu, berbekal pengetahuan medis, ia juga membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya dan merawat mereka.

Tuhan memang tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya berjuang sendirian. Inilah yang dirasakan oleh Bunda Teresa tatkala perjuangannya mulai mendapat perhatian, tidak hanya individu-individu, melainkan juga dari berbagai organisasi gereja.

Pada 19 Maret 1949, salah seorang muridnya di St. Mary bergabung dengannya. Diinspirasi oleh gurunya itu, ia membaktikan dirinya untuk pelayanan kasih bagi mereka yang sangat membutuhkan.

Segera saja mereka menemukan begitu banyak pria, wanita, bahkan anak-anak yang sekarat. Mereka telantar di jalan-jalan setelah ditolak oleh rumah sakit setempat. 
 
Tergerak oleh belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan barunya itu pun menyewa sebuah ruangan untuk merawat mereka yang sekarat.

Pada tanggal 7 Oktober 1950, Missionary of Charity didirikan di Kalkuta. Mereka yang tergabung di dalamnya pun semakin teguh untuk melayani dengan sepenuhnya memberi diri mereka untuk melayani kaum termiskin di antara yang miskin. Mereka tidak pernah menerima pemberian materi apa pun sebagai balasan atas pelayanan yang mereka lakukan.

Pada awal 1960-an, Bunda Teresa mulai mengirimkan suster-susternya ke daerah-daerah lain di India. Selain itu, pelayanan dari Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di Venezuela (1965), yang kemudian diikuti oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon, Tanzania Roma, dan Australia yang ditujukan untuk merawat kaum miskin.

Setelah Missionary of Charity, sejumlah yayasan pun didirikan untuk memperluas pelayanan Bunda Teresa. Yang pertama ialah Association of Coworkers sebagai afiliasi dari Missionary of Charity. Asosiasi ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1969. Meskipun merupakan afiliasi Missionary of Charity, asosiasi ini memiliki anggaran dasar tersendiri.

Selama tahun-tahun berikutnya, dari semula melayani hanya dua belas, Missionary of Charity berkembang hingga dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin dan telantar. Ia membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita, sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung halamannya di Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.

Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa pun mendapatkan berbagai penghargaan kemanusiaan. Pada tahun 1979, ia menerima John XXIII International Prize for Peace. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang sama, ia juga memperoleh penghargaan Good Samaritan di Boston.

Setelah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun di India, tentu saja pemerintah India tidak menutup mata akan pelayanannya. Maka pada tahun 1972, Bunda Teresa menerima Pandit Nehru Prize.

Setahun kemudian, ia menerima Templeton Prize dari Pangeran Edinburgh. Ia terpilih untuk menerima penghargaan tersebut dari dua ribu kandidat dari berbagai negara dan agama oleh juri dari sepuluh kelompok agama di dunia.

Puncaknya ialah pada tahun 1979 tatkala ia memperoleh hadiah Nobel Perdamaian. Hadiah uang sebesar $6.000 yang diperolehnya disumbangkan kepada masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah tersebut memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang selama setahun penuh. Ia berkata bahwa penghargaan duniawi menjadi penting hanya ketika penghargaan tersebut dapat membantunya menolong dunia yang membutuhkan.

Pada tahun 1985, Bunda Teresa mendirikan pusat rehabilitasi pertama agi korban AIDS di New York. Menyusul kemudian sejumlah rumah penampungan yang didirikan di San Fransisco dan Atlanta. Berkat upayanya ini, ia mendapatkan Medal of Freedom.

Pelayanan Bunda Teresa sama sekali tidak mengenal batas. Dipupuk di kampung halamannya, ia mengawali pelayanan di India. Dari India, pelayanannya meluas hingga ke seluruh penjuru dunia. Ia, di antaranya, berkunjung ke Etiopia untuk menolong korban kelaparan, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.

Memasuki tahun 1990-an, kondisi tubuh Bunda Teresa tidak mengizinkannya melakukan aktivitas yang berlebihan, khususnya setelah serangan jantung pada 1989. Kesehatannya merosot, sebagian karena usianya, sebagian karena kondisi tempat tinggalnya, sebagian lain dikarenakan perjalanannya ke berbagai penjuru dunia. Menyadari kondisi kesehatannya yang demikian, Bunda Teresa meminta Missionary of Charity untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13 Maret 1997, Suster Nirmala terpilih untuk meneruskan pelayanan Bunda Teresa.

Bunda Teresa akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997 dalam usia 87 tahun. Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri pemakamannya. Upacara pemakaman diadakan pada 13 September 1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas 15.000 orang. Atas kebijakan Missionary of Charity, sebagian besar yang menghadiri upacara tersebut adalah orang-orang yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa.

nanomag

Saya adalah Peziarah Kehidupan yang berkelana di Ilalang Kebebasan, demi mencari kehidupan yang menghidupkan untuk mengusik Duka Nestapa di Negeri Hitamku.

.

bagikan kontent ini!

Diposting Oleh : Unknown - Kolom

Komentar Anda :

TERPOPULER

"18 TAHUN ALIANSI MAHASISWA PAPUA [AMP]"

Mengabdi Pada Gerakan Pembebasan Nasional Papua 27 Juli 1998 – 27 Juli 2016.

Saya, ALFRIDUS DUMUPA selaku admin blog UGAI PIYAUTO mengucapkan:
"Selamat Hari Ulang Tahun AMP Yang Ke - 18 ".

×