Published On:Sunday, 16 August 2015
Posted by Unknown
Tatogo : Menanggapi Permasalahan Pendidikan di Nusantara
Foto : Agustian Tatogo, S.Pd |
Oleh: Agustian Tatogo, S.Pd.
Pada saat ini, pendidikan di negara Indonesia ini menjadi sorotan
bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama orang tua siswa yang selalu
mengharapkan agar anaknya mendapat pengetahuan yang banyak dan nilai yang
minimal memuaskan terutama bagi siswa dan juga orang tua siswa.
Contoh sebuah kasus:
Di daerah Jawa khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (menurut
pengamatan penulis), pendidikan bagi seorang siswa sangat penting. Hal tersebut
berkaitan dengan nilai hasil ujian nasional (UN). Bila nilai UN seorang
siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat sudah memenuhi standar artinya nilai UN-nya
mendapat minimal 7.00, maka siswa yang bersangkutan tersebut berhak untuk
mendaftarkan diri pada sekolah- sekolah yang berada di kota Yogyakarta.
Namun, yang terjadi hal sebaliknya, maka ia harus belajar pada sekolah-
sekolah pinggiran (di luar kota Yogyakarta).
Dari contoh kasus di atas, kita dapat mempelajari bahwa pendidkan
itu sangat penting bagi siswa. Lalu, apa yangh harus dilakukan oleh seorang
siswa SD, SMP, SMA/SMK sederajat? Tentu siswa belajar dengan tekun dan giat
agar pengetahuannya banyak dan mendapat nilai yang memuaskan. Di samping itu,
suatu pertanyaan yang sering dilontarkan adalah apa saja yang perlu dan harus
dilakukan oleh seorang pendidik (guru)? Tentu hal ini menjadi suatu pertanyaan
yang perlu direnungkan oleh seorang pendidik (guru). Apa yang harus dilakukan
oleh seorang guru agar sesuatu yang diharapkan siswa dapat tercapai!
Sebagai pemahaman bagi seorang guru, mari kita melihat pemaparan
berikut!
Peran guru dalam proses pembelajaran: pertama: guru
sebagai fasilitator yang selalu menyediakan bahan- bahan pelajaran bagi siswa.
Kedua: guru sebagai motivator dan juga inspirator yang selalu memberi
dorongan, semangat bagi siswanya.Guru adalah pembuka jalan bagi siswa dan
setelah siswa menemukan jalan tersebut maka guru mendorongnya dari belakang.
Ketiga: guru harus menjadi sumber utama bagi siswa. Hal ini bukan
berati guru menjadi pusat pembelajaran, namun segala sesuatu yang dibutuhkan
siswa menjadi tanggung jawab guru. Oleh karena itu, guru harus memahami materi
pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Seorang guru perlu menyiapkan
materi terlebih dahulu sebelum memberikannya kepada siswa agar jangan salah
konsep dalam proses pembelajaran.
Contoh sebuah kasus sederhana yang kerap terjadi di kalangan guru
di pedalam dan juga di kota berkaitan dengan pelajaran Matematika.
Bilangan 23
dengan 2x3. Tentu bilangan ini hasilnya tidak sama, 23 tidak sama dengan 2x3.
Menurut pengamatan penulis, beberapa guru di sekolah “pinggiran” termasuk juga
sekolah- sekolah di pedalaman kerap mengartikan kedua bilangan itu sama
hasilnya. Hal ini berarti seorang guru matematika salah konsep dalam
pembelajaran. Ingat, seorang siswa selalu menirukan gurunya, artinya siswa
melakukan apa yang dilakukan gurunya, sehingga walaupun konsep pembelajaran itu
salah, siswa menganggapnya benar karena mereka percaya bahwa guru tentu
mengetahui segala sesuatunya tentang program studinya. Kasus diatas ini
adalah sebuah contoh sederhana. Salah konsep dalam pembelajaran tidak hanya
terjadi pada pelajaran Matematika namun semua bidang studi yang diajarkan di
sekolah.
Mutu
Pendidikan di Kota dan di Pedalaman
Mutu
pendidikan di daerah kota tentu jauh berbeda dengan daerah pedalaman. Hal
ini disebabkan banyak faktor, namun penulis memaparkan beberapa dari sekian
banyak faktor yang menghambat mutu pendidikan khusunya di daerah pedalaman. Pertama:
guru tidak berkompeten dan tidak terlatih, sehingga materi yang diajarka
kepada siswa hanyalah “asal- asalan”. Selain menguasai materi, guru juga harus
bisa memotivasi siswa agar siswa menyenangi mata pelajaran yang diajarkannya. Kedua:
kurangnya fasilitas yang menunjang pendidikan, seperti buku paket, media
pembelajaran seperti alat peraga untuk pelajaran matematika, laboratorium untuk
mata pelajaran yang berkaitan dengan praktikum, dsb.
Selain faktor- faktor di atas, ada faktor dari keluarga dan
lingkungan sekitarnya seperti, kurangnya ekonomis dan juga faktor sosial. Kedua
faktor ini juga dapat menghambat proses pembelajaran siswa.
Dari hasil pengamatan penulis, mutu pendidikan di tanah
Jawa dengan mutu pendidikan di Papua sangat berbeda. Contoh mata pelajaran
matematika: pola pikir (kecerdasan) siswa SD kelas VI di Yogyakarta sama dengan
pola pikir (kecerdasan) siswa SMP IX di Papua khusunya pedalaman. Hal ini
artinya apa? Pendidikan di Papua sangat minim, mengkuatirkan, dan juga dapat
dipertanyakan. Dari contoh ini, muncullah berbagai pertanyaan: di manakah
pemerintah yang peduli terhadap pendidikan di Papua? Di manakah guru yang
sungguh- sungguh memperhatikan dan mendidik anak- anak Papua? Apakah pemerintah
dan guru di Papua hanyalah sebatas kewajiban artinya pemerintah dan guru
memperhatikan pendidikan di Papua hanyalah sebatas formalitas saja?
Pada tahun- tahun yang mendatang, diharapkan para generasi
muda dapat membantu memajukan pendidikan di tanah Papua. Pendidikan di
Papua diharapkan berkembang atas kejasama antara pemerintah daerah dengan pihak
sekolah.
Bantuan
Pemerintah Daerah untuk Mahasiswa
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa responden
mahasiswa- mahasiswi Papua mengatakan bahwa, beberapa mahasiswa dan mahasiswi
yang sedang menyelesaikan studi (khususnya S-1) pada berbagai daerah di
Indonesia belum ada perhatian khusus dari pemerintah daerah.
Saat seorang mahasiswadan mahasiswi yang duduk di perguruan
tinggi adalah saat di mana ia menimbah dan memperbanyak ilmu untuk
nantinya akan menyalurkan pengetahuan itu kepada anak didiknya. Oleh sebab itu,
mahasiswadan mahasiswi perlu membaca buku atau memiliki banyak buku untuk menambah
berbagai pengetahuan, termasuk buku- buku penunjang kuliah.
Dari penjelasan di atas, bagaimana mahasiswa- mahasiswi
dapat memiliki pengetahuan? Ada berbagai cara untuk memiliki pengetahuan; pertama:
kunjungi perpustakaan atau toko terdekat, luangkan waktu untuk membaca buku di
sana. Kedua: bila tidak bisa membaca buku di tempat (toko), maka salah
satu cara adalah membeli buku tersebut. Nah, untuk membeli buku itu tentu ada
finansialnya. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi mengatakan bahwa “biaya untuk
hidup saja kurang (kadang tidak mencukupi), apa lagi untuk membeli buku!”
Pemaparan di atas adalah keluhan dari beberapa mahasiswa
dan mahasiswi pada beberapa daerah di Indonesia. Semoga pemerintah dapat
menanggapi keluhan- keluhan mahasiswa. Akhir kata, kedepannya pemerintah bisa
merealisasikan masalah pendidikan yang terjadi di Papua dan juga keluhan-
keluhan dari mahasiswa. Terimakasih.
Sumber: Catatan Facebook, Pikir Hati