Published On:Thursday, 16 July 2015
Posted by Unknown
KPU Tolak Resolusi MRP Soal Bupati Harus Orang Asli Papua
Warga Papua mengenakan pakaian tradisional saat menggunakan hak suaranya dalam Pemilu |
JAYAPURA – Komisi
Pemilihan Umum Papua menolak melaksanakan resolusi Nomor 11 yang
dikeluarkan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang mengharuskan Bupati dan
Wakil Bupati di Provinsi Papua harus berasal dari orang Papua asli.
Ketua KPU Provinsi Papua Adam Arisoy mengatakan, secara kelembagaan KPU belum dapat melaksanakan resolusi tersebut, karena dalam Undang–undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, hanya mengatur tentang Gubernur dan Wakil Gubernur Papua yang harus berasal dari orang asli Papua.
Menurut Adam, seharusnya MRP terlebih dahulu mengajukan judicial review terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001, supaya bisa menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan resolusi yang ditetapkan 16 Juni 2015 lalu.
“Dari dulu kalian bikin apa? Kalau memang ada usulan ini, harusnya ajukan judicial review Undang-Undang Otonomi Khusus supaya dalam Undang-Undang itu dimasukkan lagi pasal tambahan bupati dan wakil bupati harus berasal dari orang asli Papua,” ungkap Adam yang ditemui di Jayapura, Selasa (30/6/2015).
Isu "orang asli Papua" mencuat menjelang pemilihan kepala daerah serentak. Menurut Adam, hal itu yang kemudian menimbulkan dugaan resolusi MRP ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.
Dia mengatakan, hal serupa sempat terjadi 2009 lalu, dan kembali mencuat menjelang pelaksanaan pilkada serentak yang akan digelar di 11 Kabupaten di Provinsi Papua. “Jangan karena sekarang mulai pilkada, kembali memunculkan isu tersebut. Jangan-jangan ada kepentingan di balik resolusi ini,” ungkap Adam.
Keputusan yang mengundang kontroversi ini, dihasilkan dalam rapat pleno MRP yang digelar 16 Juni lalu, yang tertuang dalam Keputusan MRP Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penolakan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Papua yang bukan orang asli Papua.
Dalam resolusinya, lembaga yang merupakan representasi kultural orang asli Papua tersebut mendefinisikan orang asli Papua, adalah mereka yang ayah dan ibunya berasal dari rumpun ras Melanesia suku-suku asli di Papua.
Ketua KPU Provinsi Papua Adam Arisoy mengatakan, secara kelembagaan KPU belum dapat melaksanakan resolusi tersebut, karena dalam Undang–undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, hanya mengatur tentang Gubernur dan Wakil Gubernur Papua yang harus berasal dari orang asli Papua.
Menurut Adam, seharusnya MRP terlebih dahulu mengajukan judicial review terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001, supaya bisa menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan resolusi yang ditetapkan 16 Juni 2015 lalu.
“Dari dulu kalian bikin apa? Kalau memang ada usulan ini, harusnya ajukan judicial review Undang-Undang Otonomi Khusus supaya dalam Undang-Undang itu dimasukkan lagi pasal tambahan bupati dan wakil bupati harus berasal dari orang asli Papua,” ungkap Adam yang ditemui di Jayapura, Selasa (30/6/2015).
Isu "orang asli Papua" mencuat menjelang pemilihan kepala daerah serentak. Menurut Adam, hal itu yang kemudian menimbulkan dugaan resolusi MRP ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.
Dia mengatakan, hal serupa sempat terjadi 2009 lalu, dan kembali mencuat menjelang pelaksanaan pilkada serentak yang akan digelar di 11 Kabupaten di Provinsi Papua. “Jangan karena sekarang mulai pilkada, kembali memunculkan isu tersebut. Jangan-jangan ada kepentingan di balik resolusi ini,” ungkap Adam.
Keputusan yang mengundang kontroversi ini, dihasilkan dalam rapat pleno MRP yang digelar 16 Juni lalu, yang tertuang dalam Keputusan MRP Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penolakan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Papua yang bukan orang asli Papua.
Dalam resolusinya, lembaga yang merupakan representasi kultural orang asli Papua tersebut mendefinisikan orang asli Papua, adalah mereka yang ayah dan ibunya berasal dari rumpun ras Melanesia suku-suku asli di Papua.
Source : Kompas