Published On:Saturday, 11 July 2015
Posted by Unknown
Tanah Papua, Lahan Kekerasan Tanpa Keadilan
Solidaritas Korban
pelanggaran HAM (SKP-HAM) terdidi dari Bersatu Untuk Kebenaran, Kontras
Papua, Forum Independen Mahasiwa (FIM) memperingati 16 tahu Tragedi
Biak berdarah 6 Juli 1998, dengan konfrensi perss di kantor Kontras
Papua, Padangbulan 6 Juli 2015, pukul 12.00.
Peneas menilai, penegakkan hukum dan HAM di Indonesia sama sekali
tidak ada kemajuan, hal itu dilihat dari beberapa kasus besar di Papua
seperti kasus Biak, Wasior dan Wamena berdara ini merepleksikan bahwa
kasus-kasus pelangaran HAM berat lainya dan kondisi dan situasi HAM di
Papua saat ini tidak menjadi lebiah baik, dimana Negara terus
mengedepankan pedekatan keamanan dalam penyelesaian setiap persoalan si
Papua yang meningkatkan dan menambah pelanggaran HAM lainnya. Sisi lain
Negara mempertontonkan lemahnya penegakkan hukum di Papua.
“Salah satu yang kita bisa lihat adalah kasus Paniai 8 Desember 2014
lalu masih belum selesaikan karena karena tidak ada keseriusan
pemerintah, dan tambah lagi kasus penembakan Dogiay 25 Juni 2015 kampung
ugapuga, kabupaten Dogiay yang menewaskan 1 orang meninggal akibat kena
tembakan, dan satu terluka”. Peneas menambahkan.
Teko Kogoya, ketua FIM menambahkan, pemerintah tidak punya upaya dan
niat baik untuk penyelesaian kasus pelangaran HAM di Papua, contohnya
kasus paniai yang seharusnya suda bisa diselesailan namun sampai
sekarang masih banyak alasan, dan Negara telah lupakan tetapi rakyat
Papua dan keluarga korban tetap akan ingat peristiwa kekerasan itu, jika
Negara tidak menyelesaikan maka akan menjadi duri karena ini salah satu
akar persoalan di Papua. Media di nasional Indonesia juga saat ini
lebih menghebo-hebokan kekerasan criminal seperti kasus Angeline, tetapi
kasus penembakan yang di Papua yang merupakan pelangaran HAM didang
perna dianggat secara serius, ini artinya kematian orang Papua itu tidak
ada nilai dan tidak berharga dimata Indoensia.
Selain itu Kresko, Anggota Garda-P menilai, presiden tidak Jokowi
tidak mampu dan tidak berani menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM
yang terjadi di Papua. Presiden berbicara lain namun tindakan aparat di
Papua tetap melakukan kekerasan hingga saat ini, dan justru meningkat.
Presiden Joko Widodo tidak punya program dan strategi untuk penyelesaian
semua kasus pelanngaran HAM di Papua.
Dengan demikian SKP-HAM mendesak, Pertama, adanya agar danya
pengakuan dan pertanggungjawaban hokum terhadap tragedy Biak Berdarah
dan kasus-kasus pelanggaran HAM masalalu dengan membentuk pengadilan
adhoc; Kedua, Adanya jaminan keamanan dan Negara membuka ruang gerak
demokrasi bagi rakyat sipil Papua dan media Internasional untuk masuk ke
tanah Papua; dan ketiga, Presiden Joko Widodo segera memberikan cacatan
resmi kepada Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih untuk
merasionalisasi jumlah pasukan organic dan non organik yang berlebihan
di tanah Papua.
Source : mepaduwitau