Published On:Wednesday, 6 January 2016
Posted by Unknown
Mari Rebut Kembali Pasar
Wajah Pasar Untuk Mama-Mama Papua |
Peningkatan kehidupan ekonomi
masyarakat Papua hingga sampai saat era modern ini perlu mendapat
perhatian penuh. Selama ini orang Papua asli hanya menjadi penonton di
negeri sendiri. Sementara mereka sampai saat ini belum ada tanda-tanda
akan hidup sejaterah dan makmur. Kalau kita mau jujur, amati dengan
cermat mengenai kehidupan orang Papua asli di bidang ekonomi, mereka
saat ini nyaris terasing di negeri mereka sendiri. Meskipun saat ini
beberapa kota di Papua tidak berbeda dengan kota lain di Indonesia.
Misalnya di Jayapura orang dengan mudah menemukan hotel berbintang,
kawasan pertokoan yang berjejer-jejer di Kota Jayapura, kawasan Entrop,
Hingga Abepura.
Kalau jalan-jalan ke Pasar, di sana di padati pedagang. Namun mama-mama orang Papua asli sendiri tidak memiliki tempat yang layak dalam melalukan aktifitas dagang. Tokoh- Swalayan, Restoran siap saji, dan warung makan bertebarang dimanan-mana. Ironisnya, lebih sulit mencari orang asli Papua yang bekerja di sejumlah sentra perekonomian di Pasar. Mereka hanya berjualan kebutuhan sehari-hari. Mama-mama hanya berjualan sayuran, ubi (ipere:Wamena) dan pekerjaan itu tidak rutin dilakukan.
Matahari, mendung dan hujang diterima mereka. Sayur menjadi layu terkena mata hari dan bahkan kadang mereka menerimah resiko barang dagang di hancurkan Polpepe karena mereka jualan di tempat-tempat yang tidak diperbolehkan pemerintah. Tetapi bagi mereka sangat strategis. Lagi pula di pasar mereka tidak ada tempat yang layak, karena kalah bersaing. Di kebanyakan pasar tradisional, masih banyak terlihat orang asli Papua berjualan di los Pasar. Akan tetapi di pasar kaget, los pasar dipadati pendagang pendatang, sedangkan pedagang asli Papua pada umumnya berjualan di telaras pasar atau di emperan toko. (Baca : ekspedisi Kompas, 123). Jari tangan kita cukup untuk menghitung orang Papua Asli yang bekerja di satu toko, kios, warung makan, atau toko swala. Lebih sulit lagi menemukan orang asli Papua (mama Papua) yang memiliki usaha sekelas itu. Inilah sebuah tantangan dan perjuangan yang dihadapi masyarakat asli penduduk Papua.
Ini adalah wajah cara bisnis mama penduduk asli di tanah Papua yang dikuasai penduduka pendatang. Menurut ekpedisi Kompas tagub 2007 lalu, dituliskan bahwa Warga bugis, Buton, dan Makasar lebih banyak bergiat di sektor perdagangan sedangkan warga Menado, Toraja, dan Jawa di birokrasi pemerintahan. Orang Papua sendiri amat mendominasi dalam nirolrasi dan formasi pegawai negeri sipil di Papua. Akan tetapi disektor perekonomian orang asli Papua tenggelam.
Menurut Ketua Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Papua, Albert Rumbekwan “Ketidak berdayaan orang asli Papua disektor perekonomian mereupakan fenomenan yang terjadi saat ini di berbagai kota di Papua” Ia mencatat, di kawasan pertumbuhan dan kegiatan ekonomi di Papua seperti di Jayapura, Timika, Sorong, dan juga di Merauke – para pendatang mejadi aktor ekonomi yang dominan.
Kalua melihat kehidupan sosial orang asli Papua mereka terdiri dari petani, peternak dan nelayan. Namun sampai saat ini di erah Otonomi yang sudah bergulir selama 8 tahun, hanya sedikit dapat dihitung dengan jadi mereka yang beternak, nelayan dan menjadi petani? Petani, nelayan dan peternak yang sukses di Papua pun kebanyakan adalah para pendangan.
Disitulah, seharusnya menjadi titik perhatian pemerintah, dan lembaga swadaya serta Agama dan kita semua yang peduli. Memberikan dorongan, pencerahan dan skill serta modal untuk menghidupkan usaha kecil dari potensi luar biasa yang mereka miliki. Semua elemen di Papua yang di sebutkan di atas memiliki pekerjaan rumah yang berat. Pekerjaan itu adalah memformasi ekonomi kerakyatan yang sesuai dan cocok bagi pengembangan ekonomi masyarakat asli Papua. Menarik mereka terlibat secara langsung ataupun tidak tidak langsung berperan mengambil bagian untuk mengakat potensi ekonomi daerah.
Menyadari hal ini maka kitanya menjadi penting untuk meningkatkan sisitem usaha atau bisnis yang dilakukan mama-mama Papua di pasar. Dengan harapan memberikan inspirasi yang menjadi kerja sama berbagai pihak untuk melawan keterasingan dan kemiskinan di negeri Papua yang kaya dan raya namun direbut orang asing.
Kalau jalan-jalan ke Pasar, di sana di padati pedagang. Namun mama-mama orang Papua asli sendiri tidak memiliki tempat yang layak dalam melalukan aktifitas dagang. Tokoh- Swalayan, Restoran siap saji, dan warung makan bertebarang dimanan-mana. Ironisnya, lebih sulit mencari orang asli Papua yang bekerja di sejumlah sentra perekonomian di Pasar. Mereka hanya berjualan kebutuhan sehari-hari. Mama-mama hanya berjualan sayuran, ubi (ipere:Wamena) dan pekerjaan itu tidak rutin dilakukan.
Matahari, mendung dan hujang diterima mereka. Sayur menjadi layu terkena mata hari dan bahkan kadang mereka menerimah resiko barang dagang di hancurkan Polpepe karena mereka jualan di tempat-tempat yang tidak diperbolehkan pemerintah. Tetapi bagi mereka sangat strategis. Lagi pula di pasar mereka tidak ada tempat yang layak, karena kalah bersaing. Di kebanyakan pasar tradisional, masih banyak terlihat orang asli Papua berjualan di los Pasar. Akan tetapi di pasar kaget, los pasar dipadati pendagang pendatang, sedangkan pedagang asli Papua pada umumnya berjualan di telaras pasar atau di emperan toko. (Baca : ekspedisi Kompas, 123). Jari tangan kita cukup untuk menghitung orang Papua Asli yang bekerja di satu toko, kios, warung makan, atau toko swala. Lebih sulit lagi menemukan orang asli Papua (mama Papua) yang memiliki usaha sekelas itu. Inilah sebuah tantangan dan perjuangan yang dihadapi masyarakat asli penduduk Papua.
Ini adalah wajah cara bisnis mama penduduk asli di tanah Papua yang dikuasai penduduka pendatang. Menurut ekpedisi Kompas tagub 2007 lalu, dituliskan bahwa Warga bugis, Buton, dan Makasar lebih banyak bergiat di sektor perdagangan sedangkan warga Menado, Toraja, dan Jawa di birokrasi pemerintahan. Orang Papua sendiri amat mendominasi dalam nirolrasi dan formasi pegawai negeri sipil di Papua. Akan tetapi disektor perekonomian orang asli Papua tenggelam.
Menurut Ketua Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Papua, Albert Rumbekwan “Ketidak berdayaan orang asli Papua disektor perekonomian mereupakan fenomenan yang terjadi saat ini di berbagai kota di Papua” Ia mencatat, di kawasan pertumbuhan dan kegiatan ekonomi di Papua seperti di Jayapura, Timika, Sorong, dan juga di Merauke – para pendatang mejadi aktor ekonomi yang dominan.
Kalua melihat kehidupan sosial orang asli Papua mereka terdiri dari petani, peternak dan nelayan. Namun sampai saat ini di erah Otonomi yang sudah bergulir selama 8 tahun, hanya sedikit dapat dihitung dengan jadi mereka yang beternak, nelayan dan menjadi petani? Petani, nelayan dan peternak yang sukses di Papua pun kebanyakan adalah para pendangan.
Disitulah, seharusnya menjadi titik perhatian pemerintah, dan lembaga swadaya serta Agama dan kita semua yang peduli. Memberikan dorongan, pencerahan dan skill serta modal untuk menghidupkan usaha kecil dari potensi luar biasa yang mereka miliki. Semua elemen di Papua yang di sebutkan di atas memiliki pekerjaan rumah yang berat. Pekerjaan itu adalah memformasi ekonomi kerakyatan yang sesuai dan cocok bagi pengembangan ekonomi masyarakat asli Papua. Menarik mereka terlibat secara langsung ataupun tidak tidak langsung berperan mengambil bagian untuk mengakat potensi ekonomi daerah.
Menyadari hal ini maka kitanya menjadi penting untuk meningkatkan sisitem usaha atau bisnis yang dilakukan mama-mama Papua di pasar. Dengan harapan memberikan inspirasi yang menjadi kerja sama berbagai pihak untuk melawan keterasingan dan kemiskinan di negeri Papua yang kaya dan raya namun direbut orang asing.
Oleh : Papuans
Source : Pito Owa