Published On:Friday 10 April 2015
Posted by Unknown
Membaca Fenomena KNPB
Pastor Neles Tebay , Ketua STFT Fajar Timur dan Koordinator Jaringan Damai Papua |
Komite
Nasional Papua Barat (KNPB) dapat dipandang sebagai satu-satunya
organisasi yang menarik perhatian banyak orang, termasuk pihak POLRI dan
TNI di Tanah Papua. KNPB bukan organisasi resmi dalam Republik
Indonesia karena tidak terdaftar pada Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik (Kesbangpol). KNPB dikategorikan sebagai organisasi terlarang.
KNPB dipandang sebagai organisasi bawah tanah yang menggerakkan OPM.
Keberadaan KNPB telah menjadi beban bagi aparat keamanan, khususnya
kepolisian karena terkadang bertindak anarkhis. Oleh sebab itu, Kapolda
Papua, Irjen Pol. Yotje Mende, mengusulkan agar KNPB dibubarkan. Kapolda
Yotje bahkan akan meminta dukungan kepada pemerintah pusat dan DPR RI
agar KNPB ini tidak diakui oleh pemerintah dan dibubarkan (Cepos,
Selasa, 24 Maret 2015).
Usulan pembubaran KNPB ini didukung oleh Pangdam XVII/Cenderawasih,
Mayjen Fransen Siahaan (Cepos, 26 Maret 2015) karena, menurutnya,
organisasi ini bukan organisasi resmi menurut undang-Undang yang berlaku
di NKRI. KNPB tidak memiliki legalitas di dalam NKRI.
Tulisan ini dimasudkan bukan untuk menyatakan pro atau kontra
terhadap wacana pembubaran KNPB, melainkan ingin mengajak semua pihak
membaca kehadiran KNPB sebagai sebuah fenomena di Tanah Papua.
Ketidakkonsistenan implementasi Otsus
Fenomena KNPB akan dianalisa dari empat aspek yakni konteks kelahiran
KNPB, agendanya, keanggotaannya, dan dukungan masyarakat terhadapnya.
Pertama tentang konteks kelahiran KNPB. Upaya untuk memahami secara
lebih baik tentang kehadiran fenomena KNPB perlu dimulai dengan
menganalisa konteks kelahirannya. KNPB sebagai organisasi tidak pernah
hadir di bumi cenderawasih sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua.
Banyak pihak memandang bahwa berbagai masalah Papua sudah diakomodir
dalam UU Otsus. Dengan demikian, implementasi UU Otsus diharapkan dapat
menjawab masalah-masalah yang menyebabkan munculnya tuntuntan Papua
Merdeka. Pemberlakuan UU Otsus membangkitkan sejumlah harapan sebagai
berikut: Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) yang
bergerilya di hutan diharapkan bubar dengan sendirinya karena mereka
semua kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
membangun kampungnya; tidak ada lagi orang Papua melakukan kampanye
Papua Merdeka di luar negeri karena orang asli Papua dilindungi,
diberdayakan, dan dijamin keberlangsungan hidupnya kini dan masa depan
dalam NKRI melalui UU Otsus; tidak ada lagi orang Papua yang menjadi
pengungsi di Papua New Guinea karena semuanya sudah kembali ke Tanah
Papua; dan tidak ada lagi kelompok perlawanan seperti KNPB yang muncul,
karena semua orang Papua menyambut Otsus Papua dengan gembira.
Harapan-harapan di atas ini belum seluruhnya menjadi kenyataan. KNPB
justru muncul setelah Papua memasuki era Otsus Papua. Munculnya KNPB
merupakan sebuah fenomena yang menunjuk pada sejumlah hal mendasar.
Kehadiran KNPB merupakan indikator yang memperlihatkan bahwa UU Otsus
Papua tidak dilaksanakan secara konsisten , effektif, dan menyeluruh.
Kelahiran KNPB merupakan buah dari ketidakkonsistenan dalam implementasi
UU Otsus Papua.
Rakyat menyaksikan tentang bagaimana UU Otsus dilanggar tanpa merasa
bersalah. Akibatnya adalah masalah-masalah mendasar belum teratasi dan
kebutuhan pokok orang Asli Papua belum terpenuhi. Maka, dapat dipastikan
bahwa selama masalah dan kebutuhan mendasar orang Asli Papua belum
terjawab melalui implementasi UU Otsus Papua, selama itu pula KNPB tetap
akan hadir di Tanah Papua. Kelompok baru akan muncul, apabila KNPB
dibubarkan. Oleh sebab itu, salah satu cara unjtuk membubarkan KNPB,
menurut saya, adalah dengan melaksanakan UU Otsus Papua secara konsisten
dan menyeluruh.
Kedua, analisa agenda. Menjawab ketidakpastian bagi orang Asli Papua
yang diciptakan oleh ketidakkonsistenan dalam implementasi UU Otsus,
KNPB menawarkan pada rakyat suatu solusi yakni referendum. Bagi KNPB, UU
Otsus tidak akan diimplementasikan secara efektif dan konsisten. Oleh
sebab itu, KNPB bukannya menyuarakan tentang pentingnya evaluasi
implementasi UU Otsus melainkan mengusung agenda hak penentuan nasib
sendiri (the right to self-determination) atau referendum.
Sekalipun anggota KNPB mengalami tindakan represif dari aparat
kepolisian, mereka tidak pernah gentar. Mereka tidak mundur selangkah
pun. Tidak ada kata “menyerah” dalam otak anggota KNPB. Mereka
menyerahkan dirinya secara ikhlas dan total dalam memperjuangkan agenda
referendum. Mereka pun siap mati demi memperjuangkan referendum.
Patut dicatat bahwa KNPB tidak melahirkan agenda referendum karena
hal ini sudah merupakan agenda perjuangan Organisasi Papua Merdeka
(OPM). KNPB berperan sebagai corong yang menyuarakan referendum di
seluruh Tanah Papua. Apabila KNPB berhasil dibubarkan, maka selama OPM
masih aktif agenda referendum ini tetap akan disuarakan oleh kelompok
lain.
Ketiga, keanggotaan KNPB. Sangat menarik untuk menyimak tentang
keanggotaan KNPB. Hampir semua anggota KNPB adalah orang muda kelahiran
tahun 1980-an dan 1990-an. Mereka ini tidak pernah mengalami pendidikan
Belanda. Tidak seperti orangnya, mereka tidak mempunyai pengalaman
langsung dengan peristiwa Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969.
Sekalipun demikian, mereka ini cukup radikal dalam memperjuangkan
agenda Referendum.
Nasionalisme Indonesia belum tertanam
Sangat ironis bahwa setelah 52 tahun Papua berintegrasi ke dalam
Republik Indonesia, anak muda Papua berumur 20an dan 30an masih
mengusung agenda referendum. Mungkin secara jujur kita mesti mengakui
bahwa pemerintah baik pemerintahan sipil, maupun TNI dan POLRI yang
dengan biaya negara bertugas di Tanah Papua sejak 1963 hingga kini,
belum berhasil menanamkan nasionalisme Indonesia dalam hati para anak
muda ini. Ratusan trilyunan rupiah dikucurkan ke Papua sejak tahun 1969
tetapi tidak banyak orang Papua yang bergembira menyanyikan Lagu
Indonesia Raya. Pemerintah juga menggalakkan pembangunan berbagai bidang
selama ini tetapi belum berhasil membangkitkan dalam diri anak muda
rasa kebanggaannya sebagai orang Indonesia.
Keempat, dukungan rakyat. Sekalipun dipandang sebagai organisasi yang
membuat onar di Tanah Papua, tidak sedikit rakyat Papua yang menyambut
kehadiran KNPB. Tampak bahwa KNPB mendapatkan dukungan luas dari
masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat, terutama dari kalangan
muda, sekalipun KNPB tidak terdaftar pada kantor Kesbangpol.
Rupanya, KNPB berhasil mendaratkan agenda referendum di tengah
masyarakat dengan memperlihatkan sejumlah kegagalan dalam implementasi
UU Otsus Papua. Kegagalan UU Otsus turut memengaruhi banyak orang muda
Papua mendukung KNPB dan agenda referendumnya.
Fenomena KNPB menunjuk pada tiga masalah mendasar yakni
ketidakkonsistenan dalam mengimplementasi UU Otsus, adanya konflik
vertikal antara Pemerintah Indonesia dan OPM, dan ketidakpastian tentang
keberadaan dan masa depan dari Orang Asli Papua dalam NKRI. Pemerintah
perlu memikirkan bagaimana caranya untuk mengatasi tiga masalah mendasar
di atas secara komprehensif, damai, dan tanpa pertumpahan darah karena
KNPB akan bubar dengan sendirinya apabila tiga masalah utama ini diatasi
secara menyeluruh…(cepos 9/4/15)
Oleh : Pastor, Neles Tebay
Penulis adalah Dosen STFT Fajar Timur dan Koordinator Jaringan Damai Papua
Source : Suara Baptis Papua